Sejarah Kopi Di Indonesia
Indonesia populer sebagai salah satu negri penghasil kopi terbaik di Dunia. Sejak zaman dahulu, kopi merupakan minuman yang telah dinikmati oleh semua kalangan tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi. Istilah a Cup of Java terkenal di dunia barat sebagai secangkir kopi yang identik dengan pulau Jawa. Kawasan Priangan merupakan tempat pertama pengembangan perkebunan kopi di Indonesia.
Catatan sejarah menunjukkan, tahun 1696 Walikota Asterdam, Nicholas Witsen memerintahkan komandan pasukan Belanda di Malabar India, Adrian Van Ommen, untuk membawa bibit kopi arabika ke Nusantara, tetapi bibit pertama ini gagal tumbuh lantaran banjir. Usaha pengembangan kopi kedua dilaporkan terjadi pada tahun 1699. Percobaan pertama dilakukan di daerah Pondok kopi, Batavia. Setelah tumbuh dengan baik di sana, Belanda mendirikan perkebunan kopi pertama di daerah Priangan Jawa Barat dengan sistem tanam paksa. Setelah pengembangan kopi hampir di seluruh Pulau Jawa pada tahun 1750, Belanda mulai menyebarkan perkebunan kopi arabika di Sumatra, Bali, Sulawesi, dan Kepulauan Timor.
Tahun 1711 ekspor pertama dikirim dari Jawa ke Eropa oleh perusahaan dagang Belanda, dikenal sebagai VOC (Verininging Oogst Indies Company) yang didirikan pada tahun 1602. VOC memonopoli perdagangan kopi tahun 1725 hingga 1780. Pulau Jawa ialah tempat pertama kali kopi dibudidayakan secara luas di luar Arab dan Ethiopia. Tercatat pada tahun 1725 Nusantara merupakan daerah pengekspor kopi terbesar di dunia yang sebagian besar produksinya berasal dari pulau Jawa.
VOC menciptakan perjanjian berat sebelah dengan penguasa setempat, di mana para pribumi diwajibkan menanam kopi yang harus diserahkan ke VOC. Perjanjian ini disebut Koffiestelsel (sistem kopi). Biji kopi berkualitas tinggi dari tanah Jawa Barat membanjiri Eropa. Kopi Java Preanger ketika itu begitu populer di Eropa sehingga orang-orang Eropa menyebutnya bukan secangkir kopi, melainkan Secangkir Jawa (a cup of java). Sampai pertengahan kurun ke-19 kopi Java Preanger ialah yang terbaik di dunia.
Sistem perdagangan kopi terus berlangsung meskipun kemudian VOC dibubarkan dan Hindia Belanda diperintah oleh perintah Belanda. Ketika Hermann Willem Daendels (1762-1818) memerintah, ia membangun jalan dari ujung barat pulau Jawa hingga ujung timur yakni Anyer hingga Panarukan. Tujuannya untuk memudahkan transportasi prajurit Belanda dan surat-menyurat di tanah Jawa, alasan lainnya tentu saja untuk mempercepat biji kopi dari ujung timur pulau Jawa mencapai pelabuhan di Batavia yang selanjutnya dikapalkan ke Belanda untuk dijual ke Eropa.
Penderitaan akibat koffiestelsel kemudian berlanjut dengan cultuurstelsel alias sistem tanam paksa. Melalui sistem tanam paksa yang diciptakan Johannes van den Bosch (1780-1844) ini, rakyat diwajibkan menanam komoditi ekspor milik pemerintah, termasuk kopi pada seperlima luas tanah yang digarap, atau bekerja selama 66 hari di perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Akibatnya, terjadi kelaparan di tanah Jawa dan Sumatera pada tahun 1840-an. Namun, berkat cultuurstelsel itu, pulau Jawa menjadi pemasok biji kopi terbesar di Eropa. Di antara tahun 1830-1834 produksi Kopi Arabika Jawa mencapai 26.600 ton, selang 30 tahun kemudian produksi kopi tadi meningkat menjadi 79.600 ton.
Perdagangan kopi sangat menguntungkan bagi VOC, tetapi bermanfaat sedikit untuk petani Indonesia yang dipaksa menanamnya oleh pemerintah Kolonial Belanda. Secara teori, memproduksi komoditas ekspor berarti menghasilkan uang bagi penduduk Jawa untuk membayar pajak mereka. Cultuursstelsel untuk kopi diterapkan di daerah Praenger Jawa Barat, pada praktiknya harga untuk komoditas utama pertanian ini di-setting rendah yang mengakibatkan situasi berat bagi petani.
Kejatuhan kopi Jawa dimulai ketika serangan penyakit karat daun melanda pada tahun 1878. Setiap perkebunan di seluruh Nusantara terkena hama penyakit kopi yang disebabkan oleh Hemileia Vasatrix. Jawa Barat merupakan wilayah terparah akhir serangan hama penyakit karat daun. Wabah ini membunuh semua tanaman arabika yang tumbuh di dataran rendah. Kopi arabika yang tersisa hanyalah yang tumbuh di lahan setinggi dari 1.000 meter di atas permukaan laut.
0 Response to "Sejarah Kopi Di Indonesia"
Post a Comment